Kamis, 19 Desember 2019

Kedudukan HMI, diantara MD, NU dan ormas lain (Independensi HMI)


@Logo HMI Cabang Tuban

Semoga Narasi yang berdasar pada study case ini bisa membuka pemikiran kita menjadi lebih moderat lagi

   Baik, kita mulai. Sejak beberapa hari terakhir, saya intens ngopi di beberapa warung kopi sekitaran kampus. Karena memang ada kepentingan kepada beberapa kawan di kampus, juga semata-mata ingin bernostalgia kepada suatu masa di mana menikmati kopi (ngopi) di warung dekat kampus itu lebih nikmat dari sekadar mengikuti materi kuliah yang sering kali membuat saya mengantuk.
Suatu ketika saya bertemu dengan adik saya (bukan adik asli) yang kebetulan juga ngopi bersama beberapa kawannya yang sama-sama masasiswa baru. Dia menghampiri saya dan tiba-tiba bertanya tentang HMI. “Kak, katanya HMI itu Muhammadiyah, ya?”
“Kata siapa?” saya tanya balik.
“Kata teman-teman di warung kopi sebelah tadi.”
Adik saya yang sejak masih SMA sudah ngebet ingin menjadi kader HMI...
itu kelihatannya sedang dilema karena cerita yang tidak jelas juntrungnya itu. Padahal dia ingin menjadi kader HMI karena ingin menjadi pemikir-pembaru seperti Cak Nur dan cendikiawan-berintegritas seperti Kanda Mahfud MD.
Rupanya dia sedikit ketakutan jika harus disebut Muhammadiyah. Karena bagi jamak orang Madura, Muhammadiyah itu bukan hanya tidak diinginkan, tetapi juga semacam ajaran baru yang “tidak baik” dan harus ditinggalkan (mungkin karena tidak qunutan dan tahlilan). Sedangkan NU tidak hanya sebagai ormas sosial keagamaan, melainkan juga merupakan aliran keagamaan yang menentukan apakah orang itu masuk surga atau tidak.

Jadi wajar adik saya yang sejak dalam kandungan sudah menjadi NU, lahir dan besar di lingkungan NU, bersekolah dan nyantri di pondok pesantren NU, dan bahkan tidak hanya qunutan dan tahlilan, dia juga mahir membaca kitab kuning atau yang masyhur disebut kitab gundul (keterampilan yang jarang dimiliki oleh kebanyakan santri hari ini) merasa terkejut jika harus disebut Muhammadiyah.
“HMI itu bukan Muhammadiyah, juga bukan NU, Persis, Masyumi, dan lainnya. Karena HMI itu adalah HMI, bukan yang lain,” jawab saya.
“Supaya lebih jelas dan lebih paham, kamu ikut LK1 saja. Ajak teman-temanmu yang mengatakan HMI itu Muhammadiyah, supaya mereka tidak tersesat,” lanjut saya menyuruhnya.
Isu HMI adalah Muhammadiyah sebenarnya bukanlah isu baru di dalam dinamika oraganisasi ekstra kampus kita. Ia merupakan isu lama di lingkungan kampus yang berbasiskan pesantren dan tetap terus diperbarui dan dihembuskan setiap memasuki ajaran tahun baru.
Entah siapa yang menghembuskan dan kapan pertama kali isu itu dihembuskan, saya kurang paham. Yang jelas, jika hari ini masih ada orang yang mengatakan bahwa HMI itu Muhammadiyah dan suka membisikkannya kepada mahasiswa baru, maka saya berani mengatakan bahwa orang itu masih terkungkung dengan kejahiliannya dan buta akan sejarah. Dan saya pastikan orang itu kurang ngopi.
Sejarah Kelahiran HMI
HMI didirikan pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan tanggal 5 Februari 1947 di Yogyakarta atas prakarsa Ayahanda Lafran Pane beserta 14 orang mahasiswa lainnya di Sekolah Tinggi Islam (sekarang Universitas Islam Indonesia, UII).
HMI tidak berada di bawah naungan ormas apa pun, termasuk NU, Muhammadiyah, Persis, Masyumi, dan ormas-ormas yang lain. Berdirinya HMI murni karena kegelisahan mahasiswa Islam yang menyadari akan kondisi mahasiswa dan umat Islam yang belum memahami Islam dan tidak mengamalkannya ke dalam kehidupan sehari-harinya.
Pada awal pembentukannya, HMI bertujuan mempertahankan NKRI dan meninggikan derajat rakyat Indonesia serta menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Dalam masa perang kemerdekaan, sebagai tanggung jawab dan konsekuensi, HMI terjun ke gelanggang pertempuran melawan agresi yang dilakukan Belanda.

Untuk menghadapi pemberontakan di Madiun pada 18 September 1948, Ketua PPMI yang sekaligus menjabat Wakil Ketua PB HMI, Ahmad Tirtosudiro, membentuk korp mahasiswa (CM)  bersama Komandan Hartono sekaligus membantu pemerintah melawan pemberontakan PKI di Madiun.
Independensi HMI
Saya ulangi lagi, HMI tidak berada di bawah naungan dan di bawah kuasa ormas mana pun, termasuk NU, Muhammadiyah, Persis, Masyumi, dan ormas-ormas yang lain. HMI itu organisasi yang independen (bebas dan merdeka). Independensi HMI itu ada dua; yaitu independensi etis dan organisatoris.
Independensi etis adalah sifat independensi secara etis yang pada hakikatnya merupakan fitrah kemanusiaan. Fitrah manusia itu cenderung pada kesucian dan kebenaran. Watak dan kepribadian kader sesuai fitrahnya akan membuat kader HMI selalu setia pada hati nuraninya yang senantiasa cenderung pada kebaikan, kesuciaan, dan kebenaran. 
Independensi etis itu akan berfwujud pada watak dan kepribadian kader HMI yang cenderung pada kebenaran (hanif), bebas, inklusif, merdeka, objektif, rasional, progresif, dinamis, dan demokratis.
Sedangkan independensi organisatoris teraktualisasi secara organisasi di dalam kiprah dinamika HMI, baik dalam kehidupan internal organisasi maupun dalam kehidupan ekternalnya, yaitu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Maka dalam melaksanakan dinamika organisasi, HMI tidak pernah committed dan berada di bawah kepentingan kelompok, golongan, dan ormas mana pun, melainkan hanya tunduk kepada kebenaran, kesuciaan, dan keadilan. 
Dengan alasan dan kepentingan apa pun, tidak dapat dibenarkan jika HMI disebut Muhammadiyah atau ormas-ormas yang lain. Komitmen HMI jelas, yaitu komitmen pada kebenaran dan keadilan. HMI adalah underbow kebenaran, bukan Muhammadiyah, sebagaimana acap kali dituduhkan oleh kelompok yang tak bertanggung jawab (kalau teman saya menyebutnya kelompok yang tersesat) di kampus kita.
Maka dari itu, please, deh! Jangan sebut HMI Muhammadiyah. Karena itu bukan hanya tidak benar, melainkan juga fitnah dan kebohongan paling akbar yang ada di alam demokrasi ini. Memfitnah organisasi tertua dan nomor wahid di negeri ini tidak hanya menyebabkanmu kualat, melainkan juga akan membuatmu berdosa.


Pesan saya untuk adik-adik mahasiswa baru, supaya kalian tidak penasaran dan tidak tersesat di bawah isu dan opini sesat itu, mari ikutilah basic training (LK1) HMI di kampus kalian masing-masing. Kenalilah HMI dari sumbernya, bukan dari isu dan fitnah. Dan jika nanti HMI terbukti Muhammadiyah, silakan kalian keluar dari HMI karena kalian adalah insan yang bebas.
Sebagai konsekuensi independensinya, HMI akan menjadikan kalian insan yang bebas dan merdeka dengan iringan intelektualitas didalamnya, menjadikan insan insan nasionalis agamis dan agamis nasionalis, bukan insan yang berada di bawah bayang bayang kelompok, golongan, ormas, dan aliran apa pun. dengan kata lain HMI tidak bisa ditekan, diatur, dan didikte oleh siapa pun dan kelompok mana pun, kecuali kebenaran dan keadilan.

sekali lagi HMI bukanlah Muhammadiyah, atau underbow dari golongan manapun.
kader kader HMI adalah insan-insan yang bebas dan merdeka, yang bisa masuk disemua lini dan dimensi manapun, jikapun ada kader HMI masuk dalam satu golongan tertentu, itu murni bukan mengatasnamakan HMI secara General, melainkan wujud pengabdian pribadi insan tersebut, dan bukan pula untuk merusak dari dalam melainkan sebagai penyempurna apa yang dirasa kurang dalam struktural maupun program.


Semoga bermanfaat...


Sumber /Writter : Kanda Yang berhimpun di salah satu cabang di Madura
Editor : Kusumo Hadi S. (HMI Cabang Tuban)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar